Saturday 15 November 2014

seseorang


seronok baca artikel ni..deep# tu ja mampu cakap..saya kongsikan kat sini ehh..

I want to be somebody, not just someone who pass by the road."


Torehan kata-kata yang merupakan impian masa remaja. Saya ingin menjadi seseorang yang diperhitungkan, bukan hanya menjadi orang yang biasa-biasa saja.
Keinginan untuk menjadi seseorang yang dikenal bukan tidak mungkin menjadi impian setiap orang. Namun pada saat mencapai tahap tertentu dalam hidup, keadaan menjadi berubah. Untaian kata penuh makna yang tergores dalam diary itu menjadi pemacu untuk meraih prestasi di segala bidang. Hingga ketika hampir semua do’a terkabulkan dan cita-cita tercapai, pertanyaan lanjutan kembali mengemuka. ”Am I somebody?“    Aku ingin pergi meneruskan pendidikan ke tempat yang jauh yang tidak semua orang bisa merasakannya, terkabulkan. Aku ingin menelusuri mimpi masa kecil, berada di negeri dongeng tempat pangeran dan puteri cantik berdiam, terkabulkan. Aku ingin bekerja pada bidang dimana seluruh potensi diri bisa diaktualisasikan, terkabulkan.     Aku ingin menjadi seseorang yang pendapatnya diperhatikan, terkabulkan. Aku ingin diberi rizky yang berkah, yang dapat memberi kesempatan untuk membantu orang lain, setidaknya keluarga tercinta, terkabulkan.      ”Am I somebody now?“     Rasa miris yang kemudian muncul karena ternyata semua itu tidaklah berarti apa-apa. Karena satu sisi jiwa masih teramat kosong. 

Dan ternyata pengertian itulah yang keliru. Karena sesungguhnya tidaklah penting untuk menjadi seseorang yang dikenal luas atau diperhitungkan. But that somebody is a rare quality, seseorang yang tidak biasa.       
Pendidikan diatas rata-rata ternyata biasa saja.      Perjalanan ke negeri impian ternyata tidaklah terlalu istimewa. Karier yang memadai ternyata juga biasa saja.        Harus diakui “I’m not that somebody!”      Berapa banyak diantara kita yang telah berhasil mencapai posisi ‘somebody’ itu? Atau mungkin lebih tepat jika pertanyaannya dibalik Berapa banyak diantara kita yang cukup puas meraih yang biasa-biasa saja tanpa punya ambisi untuk meraih sesuatu yang lebih? Berapa banyak diantara kita yang berhenti pada pencapaian dunia dengan dukungan ilmu syar’i seadanya atau bahkan kurang dari seadanya? Berapa banyak diantara kita yang menampik urusan agama dan memisahkannya dengan kehidupan dunia? Berapa banyak diantara kita yang akhirnya frustasi karena tidak dapat memecahkan seluruh persoalan hidup dengan kemampuan akalnya?

Let’s be somebody!

Mari berhenti menjadi orang yang biasa-biasa saja, dan berusaha untuk menjadi seseorang yang diperhitungkan. Segala pencapaian dunia, pendidikan, keluarga, karier dan lain-lain akan jauh lebih bermakna dan lebih diperhitungkan ketika ada pencapaian dalam keimanan dan ketaqwaan.
”Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.“ (QS : 92 : 4)Ya, usaha manusia memang berbeda-beda menurut kemampuannya, pemahamannya dan petunjuk yang datang padanya. Tapi kita tidak pernah mengetahui apakah orang lain mendapat petunjuk yang lebih baik dari diri kita atau sebaliknay? Apakah orang lain mempunyai potensi yang lebih baik dari diri kita atau sebaliknya?       Kiranya akan lebih tepat jika bertanya pada diri sendiri, mengapa orang lain menjadi lebih baik atau mendapat lebih banyak petunjuk dari Allah dibanding diri kita? 

Terkadang pada saat diperhadapkan pada situasi dimana kita gagal meraih sesuatu maka terlintas dibenak kita mungkin memang seperti itulah tadkir yang ditetapkan bagi diri kita. Jarang kita berbalik dengan pertanyaan berikutnya, apakah usaha yang ditempuh sudah maksimal, atau hanya usaha yang ala kadarnya? Takdir memang telah ditetapkan, namun itu tetap menjadi rahsia Allah SWT.       Rasulullah SAW ketika ditanya oleh para sahabat apakah akan bertawakkal saja terhadap takdir, bersabda, ”berusahalah kalian, karena masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya,“ Lalu beliau membaca firman Allah dalam surat Al Lail yang artinya:    ”Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.“ (QS 92 : 5-10)  

Berusahalah, karena takdir tidak menafikan usaha manusia, justru memacu untuk mencari segala kemudahan yang akan menuntun pada kebahagiaan akhirat.     “Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk, “(QS 92 : 12)     Dan kewajiban manusialah untuk berusaha meraih petunjuk itu, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hambaNya meski hanya seberat dzarrah.       Pernah dalam salah satu diskusi terlontar komentar, ”kita hanya manusia biasa tempat segala kekeliruan. Tidak perlu terburu-buru, kita kan sedang berproses menuju ke arah yang lebih baik?“     Bahwa manusia adalah tempat kekeliruan adalah benar. Bahwa sebagai mahluk hidup yang dinamis manusia selalu dalam proses ke arah perubahan, itu juga benar. Mungkin yang terlupakan, kita terlena dan berlama-lama dalam proses tanpa bergerak kemana-mana, karena begitu banyak cabang keinginan yang memenuhi proses tersebut, sehingga kita bergerak tanggung ke berbagai titik tanpa bisa berfokus ke hal yang lebih utama, lebih mendasar, kebahagiaan kampung akhirat. 

Akhirnya, kita tetap menjadi manusia yang biasa-biasa saja.Jangan pernah puas menjadi manusia yang biasa-biasa saja. Menjadi biasa-biasa saja hanyalah akan menjadikan kita buih di lautan yang mudah terombang-ambing gelombang kehidupan.Sungguh manusia memang tidak ada yang sempurna. Tapi berusahalah, karena masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditetapkan baginya. Pada saat kita telah memulai menapakkan kaki di atas jalan yang lurus menurut Al Qur’an dan As Sunnah, jalan para nabi dan salafush shaleh, maka berhentilah menjadi mnusia yang biasa-biasa saja dan dengan yakin mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, inilah takdir bagiku, semoga Allah memudahkan jalan untuk mencapainya. ”Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.“ (QS 92 : 5-10)      























No comments:

Post a Comment